Cabdin Pendidikan Nganjuk Diduga Perintahkan Humas SMAN 1 Ngronggot Terima Tamu Media, Bukan Kepala Sekolah
NGANJUK, koranpatroli.com– Sebuah pengakuan mengejutkan datang dari Wakil Kepala (Waka) Bidang Humas SMAN 1 Ngronggot, Joko Nuryanto, yang menyebut adanya instruksi dari Kepala Cabang Dinas Pendidikan (Kacabdin) Wilayah Kabupaten Nganjuk, Evi Dwi Widadjanti, terkait pembatasan akses komunikasi antara kepala sekolah dan pihak luar, termasuk awak media.
Dalam rekaman yang beredar baru-baru ini, Joko menyatakan bahwa dirinya ditunjuk secara langsung sebagai perwakilan resmi sekolah dalam menerima tamu, menggantikan peran kepala sekolah.
“Ada (instruksi dari Ibu Kacabdin). Saya hanya meneruskan loh,” ujar Joko dalam rekaman tersebut.
Lebih lanjut, Joko mengungkap bahwa dirinya diminta untuk menjadi satu-satunya pihak yang menemui tamu, termasuk wartawan. Namun, ia tidak mengetahui apakah kebijakan serupa juga diterapkan di sekolah-sekolah lain.
“Itu saya tidak tahu (apakah semua sekolah diperlakukan seperti itu atau tidak). Pokoknya saya diberitahu begitu, jadi nanti Pak Joko Humasnya, yang menemui. Karena pesan Bu Evi (Kacabdin) ke kepala sekolah,” tambahnya.
Dalam pernyataan yang sama, Joko juga membenarkan bahwa SMAN 1 Ngronggot masih menerapkan sistem pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) meskipun berstatus sebagai sekolah negeri. Ia menjelaskan, nominal SPP berbeda tergantung pada tingkat kelas: Rp75.000 untuk kelas X dan Rp 65.000 untuk kelas XI dan XII.
Namun, saat awak media mencoba mengonfirmasi ulang pernyataan tersebut melalui pesan WhatsApp dan panggilan telepon, hingga berita ini diturunkan Joko belum memberikan tanggapan.
Sementara itu, sejumlah wali murid menyampaikan keberatan atas pungutan tersebut. Salah seorang wali murid, yang enggan disebutkan namanya, mengeluhkan bahwa pungutan di sekolah negeri dinilai membebani, terlebih bagi keluarga dengan penghasilan terbatas. “Katanya sekolah negeri gratis, tapi nyatanya siswa masih diminta membayar rutin,” keluhnya.
Ia juga menyebut bahwa guru kadang menjadi pihak yang menagih pembayaran kepada siswa yang menunggak. “Kalau sudah ditagih, ya mau tidak mau orang tua harus mencarikan. Kalau bagi yang mampu mungkin tidak masalah, tapi kalau seperti saya ini berat, apalagi hanya mengandalkan hasil panen,” tambahnya.
Wali murid lainnya menyoroti minimnya transparansi dalam pengelolaan dana iuran tersebut. “Harusnya setiap semester ada laporan penggunaan dana. Tapi saya belum pernah melihat laporan itu,” katanya.
Praktik pungutan di sekolah negeri dinilai bertentangan dengan semangat pendidikan gratis yang telah dicanangkan pemerintah. Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang menantang, desakan terhadap transparansi dan akuntabilitas menjadi semakin penting—terlebih jika disertai upaya membatasi komunikasi dengan publik.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala SMAN 1 Ngronggot maupun Kacabdin Evi Dwi Widadjanti belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pembatasan komunikasi dan praktik pungutan di sekolah. (**)
Editor : Ester Mardiana. P
No comments