Terminal Cimareme Jadi Sarang Penjualan Obat Golongan G, Ketua GANN KBB Angkat Bicara
Bandung barat_Koranpatroli.com
Peredaran obat keras jenis Tramadol dan Eximer di wilayah Bandung barat sangat menjamur kini semakin mengkhawatirkan.
Praktik ilegal ini diduga beroperasi secara terselubung di balik sejumlah tempat usaha seperti pangkas rambut dan usaha toko kelontongan, salah satunya berlokasi di terminal Cimareme, desa Cimareme, Kecamatan Ngamprah, tempatnya berdampingan dengan pangkas rambut juga beroprasi toko kios di sebelum pom Bensin Cangkorah.
Obat keras golongan G tersebut, yang seharusnya hanya dapat dibeli dengan resep dokter, dijual bebas tanpa pengawasan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya penyalahgunaan obat, kenakalan remaja, hingga tindak kriminal.
Dampak penggunaan obat-obatan ini sangat berbahaya. Selain menyebabkan ketergantungan, penyalahgunaan Tramadol dan Eximer juga dapat menimbulkan gangguan kejiwaan, kejang, bahkan kematian.
Menurut informasi warga sekitar terminal Cimareme mengatakan dari dulu tempat tersebut tepatnya belakang pangkas rambut dijadikan praktik jual beli obat-obatan jenis Eximer dan tramadol," ucapnya.
"Saat berjualan terduga pelaku kadang diem di pangkas rambut berbaur kadang di belakang pangkas," ucapnya.
Masih kata sumber, "Konsumen yang beli dari kalangan muda kebanyakan ABG kaya nya yang masih sekolah di bawah umur dan ada juga yang kerja seperti karyawan pabrik,"terangnya.
Lanjut sumber, menurutnya tiga minggu ke belakang penjual obat tersebut (orang aceh) di tangkap mobil Patroli polisi, dan ada sekitar 4-5 hari ga jualan, entah tau mengapa ko sekarang ada berjualan lagi," ujarnya mengakhiri.
Terpisah Aktivis juga Ketua DPC GANN (Generasi Anti Narkoba Nasional) Kabupaten Bandung barat (KBB) Agus dadang hermawan atau akrab di sapa (Aa Harry) mengatakan.
"Obat ini akan menghancurkan generasi muda penerus bangsa. Saya berharap pihak berwenang segera menindak dan tidak ada oknum aparat dari tingkat Polda, Polres, hingga Polsek yang melindungi praktik ini,” tegas Agus pada Senin (11/11/2025).
Lebih lanjut, muncul dugaan adanya oknum aparat penegak hukum (APH) yang diduga melindungi jaringan peredaran obat keras, Berdasarkan informasi yang beredar, aparat disebut telah mengetahui keberadaan toko-toko semacam itu, namun hanya menegur atau meminta tutup sementara tanpa penindakan hukum yang tegas.
Agus dadang hermawan meminta Pemerintah Pusat untuk segera turun tangan.
“Saya berharap Pemerintah Pusat segera mengambil sikap tegas dengan mendorong Kementerian Kesehatan, BPOM, dan Mabes polri untuk menindak para pelaku serta oknum yang terlibat,” ujarnya.
Masih kata Agus, "Pemerintah bersama aparat penegak hukum diharapkan melakukan evaluasi total terhadap penanganan kasus peredaran obat keras agar penegakan hukum berjalan efektif dan adil," imbuhnya.
Ancaman Hukum Berat Bagi Pelaku
Pelaku yang memproduksi atau mengedarkan obat keras tanpa izin dapat dijerat dengan pidana penjara hingga 15 tahun dan denda Rp1,5 miliar. Sementara itu, penjual obat keras tanpa izin edar dapat dikenakan Pasal 435 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.
Agus juga menghimbau dan mengajak kepada seluruh lapisan Masyarakat untuk menjaga generasi penerus bangsa dari Narkoba.
"Masyarakat diimbau untuk lebih waspada dan aktif melaporkan aktivitas mencurigakan di lingkungan sekitar, khususnya yang berkaitan dengan penjualan obat-obatan keras tanpa izin.Langkah preventif dari warga dinilai penting untuk melindungi generasi muda dari ancaman narkotika dan obat berbahaya yang semakin marak," Pungkasnya.
Kontributor Jabar: AC

No comments